Kamis, 23 Februari 2012

Sistem Kaderisasi

LDK kami berencana untuk membuat sistem kaderisasi yang komprehensif dari tingkat satu hingga lulus, bagaimana cara membuatnya dan apa saja yang perlu diperhatikan ?

Berbicara tentang bagaimana sistem kaderisasi kita akan bericara tentang algoritma berpikirnya. Karena memang sistem kaderisasi sebetulnya akan baik jika pelaksananya memahami apa yang dilakukan dan mengetahui keluaran dari sistem yang akan dibangun. Adanya sebuah sistem kaderisasi yang komprehensif dan bertahap adalah bagian dari usaha kita untuk membentuk kader yang berkompeten secara terus menerus. Karena disadari atau tidak kebutuhan akan kader yang berkompeten seperti tidak bisa dibendung lagi. Kita akan berpikir bagaimana agar seorang yang bergabung dengan dakwah dengan alasan ingin belajar agama dan saat itu belum bisa mengaji dan dengan mengikuti alur kaderisasi yang dibuat ia akan menjadi seorang da’i yang produktif serta militan. Anda tidak bisa mengandalkan input yang baik saja untuk mendapatkan kader yang berkompeten, sudah saatnya, lembaga dakwah yang membentuk kader yang berkompeten tersebut. Seseorang yang telah memasuki alur kaderisasi yang ada berarti seorang yang telah siap untuk mengikuti pembinaan berkelanjutan untuk pengembangan potensi dirinya.

Sebagai seorang pengkader kita perlu memahami bagaimana peran kaderisasi dalam skematik dakwah kita, saya akan gambarkan dalam gambar tahapan dakwah dibawah ini,

Pada skematik ini ini kita bisa melihat dari 4 tahap dakwah, kaderisasi memegang peran ¾ bagian dari keseluruhan tahapan yang ada. Pada tahap perkenalan untuk rekruitment kader peran syiar sangat berpengaruh, akan tetapi pada tahap selanjutnya, kaderisasi lah yang akan berperan. Makanya, banyak yang sering menyebut lembaga dakwah adalah lembaga kaderisasi. Memang karena pada dasarnya dakwah yang dilakukan adalah untuk membina objek dakwah agar dapat menjadi kader yang kuat dan amanah.

Selanjutnya dalam berpikir bagaimana untuk membuat sistem kaderisasi kita akan selalu bermula dari output yang diharapkan atau dalam bahasa kaderisasi adalah karakter dan kompetensi apa yang akan ada pada kader setelah mengikuti alur kaderisasi ini. Prof. Zuhal dalam bukunya menceritakan tentang konsep berpikir bermula dari akhir dan berakhir dari awal. Saya pikir konsep ini bisa kita aplikasikan dengan baik untuk membuat sistem kaderisasi.
Bermula dari akhir, pada tahapan awal membuat sistem kaderisasi kita perlu menentukan profil ( karakter dan kompetensi ) kader lembaga dakwah kita. Sebutlah untuk kebutuhan kader dakwah kampus, kita membutuhkan kader yang Qur’ani, Intelek, Profesional, Inklusif, Dinamis, dan Sehat. Maka 6 profil ini akan selalu menjadi pegangan kita dalam berpikir tentang alur dan materi yang akan dibuat. Selanjutnya kita menentukan berapa lama proses kaderisasi ini akan dijalankan. Pada umumnya masa kuliah adalah 4 tahun (untuk yang kampus dengan masa studi bukan 4 tahun bisa disesuaikan), maka kita menentukan bahwa lama jenjang kaderisasi ini adalah 4 tahun , terhitung dari pertama kali masuk hingga lulus.

Setelah mengetahui lama alur ini, kita perlu melihat kembali, jenjang karir lembaga yang akan ada, sebutlah :
a. Maganger
b. Staff
c. Kepala Departemen / Kepala Sektor
d. Kepala Lembaga Dakwah

Dengan empat jenjang karir ini, kita bisa melihat bagaimana nanti kader akan menjadi apa di tahun keberapa. Diperlukan juga penentuan kapan seseorang akan memimpin sebuah lembaga, barulah kita bisa menentukan yang lainnya. Contoh :
a. Kepala lembaga ( semester 6 dan 7 )
b. Kepala departemen ( semester 4 dan 5 )
c. Staff ( semester 2-3 )
d. Maganger ( semester 1 )

Ini merupakan contoh hirarki angkatan dalam kepemimpinan lembaga dakwah, dengan efektifitas 3 angkatan untuk menjalankan roda dakwah. Dengan penentuan ini makan kita juga bisa menentukan jenjang kader yang akan dibuat. Jenjang kader dibutuhkan untuk memudahkan pengelompokkan pembinaan yang akan dilakukan, sehingga terbentuk cluster pembinaan pada setiap jenjang ini. Perlu diingat bahwa adanya penjenjangan ini bukan untuk membedakan, tapi agar adanya keseimbangan antara pemahaman dengan beban tanggung jawab yang akan dibangun. Berdasarkan apalah seorang kader menaiki jenjang, sejauh pengamatan saya ada beberapa tipe kenaikan jenjang, yakni ;
a. Penjenjangan berbasis tahun, jadi setiap kader akan menaiki jenjang tertentu seiring kenaikan tingkat dalam akademis
b. Penjenjangan berbasis diklat, dimana seorang kader dapat menaiki jenjang tertentu setelah mengikuti diklat tertentu
c. Penjenjangan berbasis profil, setiap kader bisa menaiki jenjang tertentu ketika sudah memenuhi profil tertentu. Sebutlah, dari sisi profil Qur’aniyah, dengan jenjang kader 4 tahap, pada tahap satu ia harus hafal 1/3 juz Al Qur’an, pada tahap 2 ia harus hafal 2/3 juz Al Qur’an dan seterusnya.

Jenjang pengkaderan ini lalu disesuaikan dengan jenjang karir dalam lembaga dakwah. Dengan adanya sinkronisasi antara jenjang kader dengan jenjang karir dakwah, maka kita akan memiliki kader yang betul betul telah memenuhi kriteria untuk sebuah tanggung jawab tertentu., contoh :

Sebagai tambahan, perlu adanya penamaan pada setiap jenjangnya. Contohnya :

Setelah kita menentukan alur yang akan digunakan, selanjutnya kita akan menentukan materi apa yang diberikan pada setiap jenjangnya. Dalam menentukan materi ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Barulah pada bagian selanjutnya kita berpikir berakhir dari awal.
1. Kondisi eksisting kader
2. Kebutuhan dasar kader
3. Output yang diharapkan
4. Kondisi akademik di kampus
5. Tantangan dan kebutuhan kedepan

Materi yang ditentutkan juga perlu menyesuaikan profil yang akan dibentuk dan paradigma bahwa kita adalah seorang yang mengikuti alur ini. Anda harus bisa berasumsi bahwa Anda adalah seorang kader yang mengikuti alur, sehingga apa yang kita susun bukan berdasarkan apa yang kita butuhkan, tapi apa yang kader butuhkan. Materi pun perlu ditentukan tingkatan prioritasnya, mana yang harus disampaikan, mana yang bisa tidak disampaikan, mana yang disampaikan pada kondisi tertentu atau pada kader tertentu saja.

Materi yang diberikan diharapkan dapat meliputi beberapa hal, antara lain :
1. Aspek diniyah ( fiqih, akhlak, sirah, dll )
2. Aspek Qur’aniyah ( tahsin, tahfidz, tafsir )
3. Aspek pengembangan potensi diri ( leadership, negoisasi, komunikasi , pribadi visioner)
4. Motivasi diri
5. Akademik ( tutorial, persiapan pasca kampus )
6. Pemahaman dakwah kampus
7. Softskill ( menyetir, memasak, multimedia )

Ketujuh poin ini sebisa mungkin diberikan secara seimbang, sehingga kader memiliki banyak input bagi dirinya dan memberikan kesempatan bagi kader untuk terus mengembangkan diri. Dengan adanya keseimbangan ini kader juga akan memiliki pengetahuan yang komprehensif. Sehingga dapat menjadi modal penting bagi dirinya untuk menjalankan beban tanggung jawab dakwah dengan baik. Terkait penentuan materi, saya merekomendasikan untuk dicari dari berbagai buku referensi dan permintaan dari kader sendiri.

Penentuan metode menjadi tahap selanjutnya dalam penyusunan sistem kaderisasi. Metode adalah sebuah cara atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan materi tertentu. Bisa jadi satu metode untuk beberapa materi, atau satu materi membutuhkan beberapa metode untuk disampaikan, dengan sebuah landasan, yakni ketersampaian materi secara tepat kepada kader. Penentuan metode ini perlu diperhatikan,karena sering saya melihat penyampaian metode yang monoton ( sebutlah dengan ceramah saja ) membuat kader jenuh, dan justru penyampaian materi menjadi kurang tepat. Beberapa contoh metode yang bisa dilakukan antara lain :
Mentoring, Seminar, Focus group discussion, Penugasan, Membaca buku, Rihlah (jalan jalan), Membuat tulisan, Outbound, Kemah, Olahraga, Talkshow, Mimbar bebas, Menemui tokoh / seorang yang punya ilmu , Bakti sosial, dan Kaderisasi aktif

Sebagai seorang pengkader diperlukan adanya mix and match antara materi dan metode, perlu dipastikan bahwa setiap materi mempunyai pasangan metode yang tepat. Pengembangan metode biasanya bisa sangat bervariatif, untuk satu contoh metode talkshow, bisa dengan satu pembicara, dua pembicara, debat antar pembicara, kupas tuntas hingga puas, atau diskusi. Imajinasi dan kreatifitas dari pengelola kaderisasi perlu ditingkatkan. Ada baiknya menurut saya seorang pelaksana kaderisasi untuk mengikuti pola pembinaan atau pengembangan diri dari lembaga selain lembaga dakwah yang di ikutinya. Karena variasi metode sekarang semakin berkembang pesat.

Tahap akhir dari penyusunan sistem kaderisasi adalah mengoverlay atau mengsinkronsiasikan antara alur, jenjang, materi dan metode yang telah ada dalam skema atau alur yang bisa dipahami dengan mudah. Adanya skematik ini diharapkan dapat mempermudah pemahaman dari pelaksana maupun kader yang menjalani pola ini. Dengan adanya sistem yang komprehensif dan bertahap ini diharapkan lembaga dakwah bisa produktif membentuk kader dakwah yang nantinya akan menjadi aset sangat berharga untuk perbaikan dakwah di kampus Anda.
[/col_23]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar