Kamis, 23 Februari 2012

18 Rangking Manusia

Sebuah Ijtihad Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, tentang tingkatan dan kedudukan manusia di akhirat, sebagai sarana muhasabah diri bagi setiap manusia yang merindukan syurga ALLAH…

-Peringkat pertama :
Ulul Azmi, mereka adalah Nabi Nuh as, Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw, mereka adalah penghuni paling atas (peringkat tertinggi) dan syafa’at berputar pada mereka hingga mereka menyerahkannya pada penutup para Nabi dan Rasul Nabi Muhammad saw.

-Peringkat kedua :
Nabi dan Rasul yaitu nabi dan rasul selain Ulul Azmi ; Nabi Adam as, Nabi Idris as, Nabi Hud as, Nabi Luth as, Nabi Shalih as, Nabi Ismail as, Nabi Ishaq as, Nabi Yaqup as, Nabi Yusuf as, Nabi Syu’aib as, Nabi Harun as, Nabi Yunus as, Nabi Ayub as, Nabi Dzulkifli as, Nabi Ilyas as, Nabi Ilyasa as, Nabi Daud as, Nabi Sulaiman as, Nabi Zakaria as dan Nabi Yahya as. Peringkat mereka berdasarkan keutamaan mereka.

-Peringkat ketiga :
Para nabi yang tidak tercantum dalam Al-Qur’an, mereka memiliki nubuwwah (kenabian) tapi tidak memiliki risalah karena tidak diutus kepada satu ummat, Allah swt mengutamakan mereka dengan mengutus malaikat kepada mereka, jumlah mereka dalam riwayat Abu Dzar ada 100ribuan lebih.

-Peringkat keempat :
Pewaris para rasul dan pengganti mereka dimasing-masing ummatnya. Mereka adalah pengganti rasul, wali rasul, orang-orang pilihan rasul, penjaga rasul dan kelompok yang dijamin selalu berada dalam kebenaran (sahabat)

-Peringkat kelima :
Para pemimpin yang adil. Mereka adalah 1 dari 7 golongan yang akan mendapat perlindungan. Sabda Rasul : Sesungguhnya orang yang adil berada pada mimbar-mimbar dari cahaya pada hari kiamat disebelah kanan Ar-Rahman, dan kedua tangannya adalah kanan, yaitu mereka yang adil dalam pemerintahannya, keluarganya dan jabatan yang diamanahkan kepada mereka –HR Muslim-

-Peringkat keenam :
Mujahidin, mereka adalah orang-orang yang berjuang dijalan Allah swt

-Peringkat ketujuh :
Ahlul Itsar, mereka adalah orang-orang yang senantiasa mendahulukan kepentingan orang lain, bershadaqah dan berlaku baik kepada manusia sesuai dengan kemashlahatan orang yang dibantunya

-Peringkat kedelapan :
Orang-orang yang Allah swt bukakan pintu-pintu kebaikan yang banyak. Mereka adalah orang yang disamping mengerjakan shalat, puasa, haji, tilawah, I’tikaf, dzikir dll. Mereka juga sangat serius dalam meningkatan buku catatan amal perbuatan mereka, seperti amal jariyah yang akan terus mengalir kepadanya walaupun ia telah kembali ke sisi Allah azza wa jalla

-Peringkat kesembilan :
Ahlul Najat, mereka adalah orang-orang yang hanya sebatas mengerjakan perintah yang wajib dari Allah swt. Dan meninggalkan larangan-larangan Allah swt.

-Peringkat kesepuluh :
Orang yang mendapatkan karunia taubat dari Allah swt sebelum kematiannya, mereka adalah orang-orang yang telah menzalimi diri dengan dosa-dosa besar namun mereka menutup kehidupannya dengan taubatan nashuha.

-Peringkat kesebelas :
Orang sekali waktu berbuat kebaikan, tapi diwaktu yang lain berbuat kejahatan. Mereka adalah orang-orang yang belum sempat bertaubat dari dosa dan kemaksiatan yang diperbuatnya, akan tetapi setelah ditimbang dosanya lebih ringan dari dari amal kebaikannya sehingga Allah swt memasukkannya ke surga

-Peringkat keduabelas :
Orang amal kebaikannya berimbang dengan keburukannya, mereka adalah orang yang terakhir masuk surga dari kelompok yang tidak api neraka, selama penantian mereka berada di Al A’raaf (antara surga dan neraka)

-Peringkat ketigabelas :
Kelompok yang penuh dengan kemaksiatan dan sangat ringan timbangan amal kebaikannya. Mereka adalah orang yang akan masuk surga namun harus merasakan adzab neraka disebabkan kemaksiatan mereka yang sangat banyak, kemudian mereka mendapatkan syafa’at dari Nabi Muhammad saw dan masuk kedalam surga

-Peringkat keempatbelas :
Kelompok manusia yang tidak memiliki keimanan, tidak juga ketaatan, tidak kemaksiatan dan tidak pula amal shalih. Mereka adalah orang gila, yang tidak sampai dakwah kepada mereka, orang tuli dan anak-anak orang musyrik yang meninggal waktu kecil

-Peringkat kelimabelas sampai dengan kedelapanbelas :

Orang munafik zindik, pemimpin kafir, para pengikut kekafiran, golongan jin yang kafir. Mereka adalah makhluk yang kekal didalam neraka Allah swt, karena keingkaran mereka dan penolakan mereka terhadap agama Allah swt.

*kira-kira kita ditingkatan mana yaaaaa..???

Sistem Kaderisasi

LDK kami berencana untuk membuat sistem kaderisasi yang komprehensif dari tingkat satu hingga lulus, bagaimana cara membuatnya dan apa saja yang perlu diperhatikan ?

Berbicara tentang bagaimana sistem kaderisasi kita akan bericara tentang algoritma berpikirnya. Karena memang sistem kaderisasi sebetulnya akan baik jika pelaksananya memahami apa yang dilakukan dan mengetahui keluaran dari sistem yang akan dibangun. Adanya sebuah sistem kaderisasi yang komprehensif dan bertahap adalah bagian dari usaha kita untuk membentuk kader yang berkompeten secara terus menerus. Karena disadari atau tidak kebutuhan akan kader yang berkompeten seperti tidak bisa dibendung lagi. Kita akan berpikir bagaimana agar seorang yang bergabung dengan dakwah dengan alasan ingin belajar agama dan saat itu belum bisa mengaji dan dengan mengikuti alur kaderisasi yang dibuat ia akan menjadi seorang da’i yang produktif serta militan. Anda tidak bisa mengandalkan input yang baik saja untuk mendapatkan kader yang berkompeten, sudah saatnya, lembaga dakwah yang membentuk kader yang berkompeten tersebut. Seseorang yang telah memasuki alur kaderisasi yang ada berarti seorang yang telah siap untuk mengikuti pembinaan berkelanjutan untuk pengembangan potensi dirinya.

Sebagai seorang pengkader kita perlu memahami bagaimana peran kaderisasi dalam skematik dakwah kita, saya akan gambarkan dalam gambar tahapan dakwah dibawah ini,

Pada skematik ini ini kita bisa melihat dari 4 tahap dakwah, kaderisasi memegang peran ¾ bagian dari keseluruhan tahapan yang ada. Pada tahap perkenalan untuk rekruitment kader peran syiar sangat berpengaruh, akan tetapi pada tahap selanjutnya, kaderisasi lah yang akan berperan. Makanya, banyak yang sering menyebut lembaga dakwah adalah lembaga kaderisasi. Memang karena pada dasarnya dakwah yang dilakukan adalah untuk membina objek dakwah agar dapat menjadi kader yang kuat dan amanah.

Selanjutnya dalam berpikir bagaimana untuk membuat sistem kaderisasi kita akan selalu bermula dari output yang diharapkan atau dalam bahasa kaderisasi adalah karakter dan kompetensi apa yang akan ada pada kader setelah mengikuti alur kaderisasi ini. Prof. Zuhal dalam bukunya menceritakan tentang konsep berpikir bermula dari akhir dan berakhir dari awal. Saya pikir konsep ini bisa kita aplikasikan dengan baik untuk membuat sistem kaderisasi.
Bermula dari akhir, pada tahapan awal membuat sistem kaderisasi kita perlu menentukan profil ( karakter dan kompetensi ) kader lembaga dakwah kita. Sebutlah untuk kebutuhan kader dakwah kampus, kita membutuhkan kader yang Qur’ani, Intelek, Profesional, Inklusif, Dinamis, dan Sehat. Maka 6 profil ini akan selalu menjadi pegangan kita dalam berpikir tentang alur dan materi yang akan dibuat. Selanjutnya kita menentukan berapa lama proses kaderisasi ini akan dijalankan. Pada umumnya masa kuliah adalah 4 tahun (untuk yang kampus dengan masa studi bukan 4 tahun bisa disesuaikan), maka kita menentukan bahwa lama jenjang kaderisasi ini adalah 4 tahun , terhitung dari pertama kali masuk hingga lulus.

Setelah mengetahui lama alur ini, kita perlu melihat kembali, jenjang karir lembaga yang akan ada, sebutlah :
a. Maganger
b. Staff
c. Kepala Departemen / Kepala Sektor
d. Kepala Lembaga Dakwah

Dengan empat jenjang karir ini, kita bisa melihat bagaimana nanti kader akan menjadi apa di tahun keberapa. Diperlukan juga penentuan kapan seseorang akan memimpin sebuah lembaga, barulah kita bisa menentukan yang lainnya. Contoh :
a. Kepala lembaga ( semester 6 dan 7 )
b. Kepala departemen ( semester 4 dan 5 )
c. Staff ( semester 2-3 )
d. Maganger ( semester 1 )

Ini merupakan contoh hirarki angkatan dalam kepemimpinan lembaga dakwah, dengan efektifitas 3 angkatan untuk menjalankan roda dakwah. Dengan penentuan ini makan kita juga bisa menentukan jenjang kader yang akan dibuat. Jenjang kader dibutuhkan untuk memudahkan pengelompokkan pembinaan yang akan dilakukan, sehingga terbentuk cluster pembinaan pada setiap jenjang ini. Perlu diingat bahwa adanya penjenjangan ini bukan untuk membedakan, tapi agar adanya keseimbangan antara pemahaman dengan beban tanggung jawab yang akan dibangun. Berdasarkan apalah seorang kader menaiki jenjang, sejauh pengamatan saya ada beberapa tipe kenaikan jenjang, yakni ;
a. Penjenjangan berbasis tahun, jadi setiap kader akan menaiki jenjang tertentu seiring kenaikan tingkat dalam akademis
b. Penjenjangan berbasis diklat, dimana seorang kader dapat menaiki jenjang tertentu setelah mengikuti diklat tertentu
c. Penjenjangan berbasis profil, setiap kader bisa menaiki jenjang tertentu ketika sudah memenuhi profil tertentu. Sebutlah, dari sisi profil Qur’aniyah, dengan jenjang kader 4 tahap, pada tahap satu ia harus hafal 1/3 juz Al Qur’an, pada tahap 2 ia harus hafal 2/3 juz Al Qur’an dan seterusnya.

Jenjang pengkaderan ini lalu disesuaikan dengan jenjang karir dalam lembaga dakwah. Dengan adanya sinkronisasi antara jenjang kader dengan jenjang karir dakwah, maka kita akan memiliki kader yang betul betul telah memenuhi kriteria untuk sebuah tanggung jawab tertentu., contoh :

Sebagai tambahan, perlu adanya penamaan pada setiap jenjangnya. Contohnya :

Setelah kita menentukan alur yang akan digunakan, selanjutnya kita akan menentukan materi apa yang diberikan pada setiap jenjangnya. Dalam menentukan materi ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Barulah pada bagian selanjutnya kita berpikir berakhir dari awal.
1. Kondisi eksisting kader
2. Kebutuhan dasar kader
3. Output yang diharapkan
4. Kondisi akademik di kampus
5. Tantangan dan kebutuhan kedepan

Materi yang ditentutkan juga perlu menyesuaikan profil yang akan dibentuk dan paradigma bahwa kita adalah seorang yang mengikuti alur ini. Anda harus bisa berasumsi bahwa Anda adalah seorang kader yang mengikuti alur, sehingga apa yang kita susun bukan berdasarkan apa yang kita butuhkan, tapi apa yang kader butuhkan. Materi pun perlu ditentukan tingkatan prioritasnya, mana yang harus disampaikan, mana yang bisa tidak disampaikan, mana yang disampaikan pada kondisi tertentu atau pada kader tertentu saja.

Materi yang diberikan diharapkan dapat meliputi beberapa hal, antara lain :
1. Aspek diniyah ( fiqih, akhlak, sirah, dll )
2. Aspek Qur’aniyah ( tahsin, tahfidz, tafsir )
3. Aspek pengembangan potensi diri ( leadership, negoisasi, komunikasi , pribadi visioner)
4. Motivasi diri
5. Akademik ( tutorial, persiapan pasca kampus )
6. Pemahaman dakwah kampus
7. Softskill ( menyetir, memasak, multimedia )

Ketujuh poin ini sebisa mungkin diberikan secara seimbang, sehingga kader memiliki banyak input bagi dirinya dan memberikan kesempatan bagi kader untuk terus mengembangkan diri. Dengan adanya keseimbangan ini kader juga akan memiliki pengetahuan yang komprehensif. Sehingga dapat menjadi modal penting bagi dirinya untuk menjalankan beban tanggung jawab dakwah dengan baik. Terkait penentuan materi, saya merekomendasikan untuk dicari dari berbagai buku referensi dan permintaan dari kader sendiri.

Penentuan metode menjadi tahap selanjutnya dalam penyusunan sistem kaderisasi. Metode adalah sebuah cara atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan materi tertentu. Bisa jadi satu metode untuk beberapa materi, atau satu materi membutuhkan beberapa metode untuk disampaikan, dengan sebuah landasan, yakni ketersampaian materi secara tepat kepada kader. Penentuan metode ini perlu diperhatikan,karena sering saya melihat penyampaian metode yang monoton ( sebutlah dengan ceramah saja ) membuat kader jenuh, dan justru penyampaian materi menjadi kurang tepat. Beberapa contoh metode yang bisa dilakukan antara lain :
Mentoring, Seminar, Focus group discussion, Penugasan, Membaca buku, Rihlah (jalan jalan), Membuat tulisan, Outbound, Kemah, Olahraga, Talkshow, Mimbar bebas, Menemui tokoh / seorang yang punya ilmu , Bakti sosial, dan Kaderisasi aktif

Sebagai seorang pengkader diperlukan adanya mix and match antara materi dan metode, perlu dipastikan bahwa setiap materi mempunyai pasangan metode yang tepat. Pengembangan metode biasanya bisa sangat bervariatif, untuk satu contoh metode talkshow, bisa dengan satu pembicara, dua pembicara, debat antar pembicara, kupas tuntas hingga puas, atau diskusi. Imajinasi dan kreatifitas dari pengelola kaderisasi perlu ditingkatkan. Ada baiknya menurut saya seorang pelaksana kaderisasi untuk mengikuti pola pembinaan atau pengembangan diri dari lembaga selain lembaga dakwah yang di ikutinya. Karena variasi metode sekarang semakin berkembang pesat.

Tahap akhir dari penyusunan sistem kaderisasi adalah mengoverlay atau mengsinkronsiasikan antara alur, jenjang, materi dan metode yang telah ada dalam skema atau alur yang bisa dipahami dengan mudah. Adanya skematik ini diharapkan dapat mempermudah pemahaman dari pelaksana maupun kader yang menjalani pola ini. Dengan adanya sistem yang komprehensif dan bertahap ini diharapkan lembaga dakwah bisa produktif membentuk kader dakwah yang nantinya akan menjadi aset sangat berharga untuk perbaikan dakwah di kampus Anda.
[/col_23]

Sinergi Syiar dan Kaderisasi

Bagaimana caranya agar agenda syiar dan kaderisasi dapat sinergis, karena seringkali agenda syiar seperti tidak berhubungan atau bahkan bertentangan dengan kaderisasi ?
Syiar dan kaderisasi, dua peran utama lembaga dakwah kampus. Saya sering menemukan pertanyaan seperti diatas, dimana lembaga dakwah kampus belum mampu mensinergisasikan dua agenda ini dengan harmonis. Keudanya berjalan masing-masing dan cenderung bertentangan. Permasalahan seperti, tidak ada follow up syiar, agenda syiar dan kaderisasi bentrok, ketika syiar meningkat maka kaderisasi kewalahan, dan sebaliknya, jika ada agenda kaderisasi maka syiar tidak ada.
Padahal kedua nya akan mampu berjalan secara sinergis dan saling mendukung satu sama lain. mari kita coba memandang secara umum, bagaiamana peran dakwah itu sendiri ditinjau dari tingkatan segmentasi objek dakwah.

Gambar diatas bisa memperlihatkan bahwa dakwah/syiar mempunyai peran dalam perubahan objek dakwah menuju kader. Pada awalnya seorang adalah antipati Islam, dimana ia menolak ajaran Islam, atau bersikap tidak peduli, syiar berperan untuk mencerahkan objek dakwah ini agar ia menjadi simpatisan, dimana simpatisan dapat dilihat dari kepedulian ia akan agenda keislaman serta mulai berafiliasi terhadap nilai Islam. Selanjutnya pendukung dakwah, adalah ia mulai berkontibusi dalam dakwah, akan tetapi tidak terikat dengan lembaga dakwah yang ada, atau ia mulai terlibat sebagai peserta dalam berbagai kesempatan agenda syiar. Dan peran terakhir syiar adalah mentransformasukan para pendukung dakwah agar menjadi kader dakwah yang aktif sebagai subjek dakwah di kampus.
Dalam bagan ini bisa kita lihat bahwa objek syiar dan kaderisasi berbeda, kaderisasi hanya berperan dalam membina kader saja, sedangkan syiar mempunyai peran besar sebagaimana yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Dari gambar diatas maka dapat diambil sebuah poin penting yakni, syiar dan kaderisasi mempunyai peran dan objek yang berbeda.
Selanjutnya kita akan melihat dari sisi tahapan dakwah secara proses.

Dari matriks diatas kita dapat melihat bawah syiar berperan pada tahap pertama dakwahm yakni memperkenalkan Islam itu sendiri. Tahap perkenalan ini adalah tahap yang paling penting dimana ia akan menentukan kuantitas kader di masa yang akna datang, semakin banyak kader yang terekrut dalam agenda syiar, maka akan berdampak pada kader yang akan aktif dan berdampak pada semakin baiknya agenda syiar kedepan, yang juga mengakibatkan semakin banyak kader yang terekrut. Syiar dan kadeisasi baga matriks diatas adalah sebuah proses, agenda syiar juga merupakan sebuah ladang latihan beramal bagi kader. Disini bisa kita lihat bagaimana harmonisnya syiar dan kaderisasi pada lembaga dakwah kampus.
Bagaimana caranya untuk menindaklanjuti agenda syiar ? saya akan ilustrasikan dalam sebuah contoh agenda ta’lim. Di sebuah kampus, di adakan sebuah ta’lim yang dihadiri oleh 50 orang peserta. ta’lim ini menuai respon positif dari peserta yang puas akan ilmu dan pelayanan yang didapat ( diketahui melalui lembar evaluasi peserta ), lalu panitia membuat sebuah daftar hadir, yang berisi identitas peserta serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Sebagai tindaklanjut dari ta’lim ini, panitia mengadakan ta’lim lanjutan 2 pekan selanjutnya dengan mengundang secara khusus peserta yang datang pada ta’lim pertama, dan ternyata lebih dari setengah peserta ta’lim pertama hadir pada ta’lim kedua. Panitia melihat kesempatan besar ini, lalu diakhir ta’lim kedua, panitia mengumumkan adanya pembinaan agama rutin bagi yang berminat dalam bentuk mentoring dan ajakan untuk menjadi panitia ta’lim selanjutnya. Disini panitia menggunakan dua pendekatan kepada simpatisan untuk menjadi kader, yakni dengan mentoring dan menjadi panitia, yang tentunya akan mampu menarik segmentasi simpatisan yang berbeda.
Bisa kita lihat dalam ilustrasi diatas, bahwa tindak lanjut syiar untuk masuk ke dalam fasa kaderisasi adalah dengan mengajaknya langsung, baik itu secara masif seperti yang dicontohkan diatas, atau secara individu. Tim kaderisasi harus mampu melihat peluang yang ada, tidak bisa hanya menunggu orang untuk menjadi kader, tim kaderisasi harus mampu melihat setiap kesempatan pada setiap agenda syiar yang ada, karena kita tidak akan pernah mengetahui kapan seseorang akan mendapatkan hidayah dari Allah.
Terkait keseimbangan agenda syiar dan kaderisasi, saya sering melihat bahwa ketika sebuah lembaga dakwah menjalani banyak agenda dakwah, kegiatan kaderisasi terbengkalai. Sehingga kasus seperti kejenuhan kader, kader kurang sense dalam berdakwah dan sebagainya muncul. Pengalaman mengatakan bahwa hal ini terjadi akibat ketidakseimbangan besarnya agenda syiar dengan jumlah kader yang ada, serta kegagalan dari tim kaderisasi dalam menjalankan sistem pemantauan kader serta pelaksanaan kaderisasi rutin.

Grafik diatas merupakan gambaran mengenai bagaimana kita memposisiskan performa syiar dan kaderisasi, terkadang agenda syiar fluktuatif, ketika ada momen besar, maka ia akan mengadakan agenda besar, sedangkan ketika tidak ada momen penting, syiar biasanya menyesuaikan dengan mengadakan syiar yang sederhana seperti media, dan ta’lim rutin saja. ketika syiar sedang dalam kondisi tinggi, maka kaderisasi eksidental dikurangi atau ditiadakan, sehingga kader juga bisa fokus pada agenda syiar, jadikan pula agenda syiar sebagai latihan beramal kader yang juga masuk dalam tahapan kaderisasi. Sedangkan saat syiar sedang menurun, maka agenda syiar eksidental seperti diklat, outbound dan lainnya dapat lebih di maksimalkan. Untuk kaderisasi rutin, seperti mentoring, sms tausiyah, sistem penjagaan kader, dan lainnya harus tetap dijalankan secara rutin dengan kadar yang stabil. Pembagian peran serta waktu ini dapat membuat agenda syiar dan kaderisasi dapat berjalan beriringan. Syiar sebagai latihan beramal, dan kaderisasi sebagai persiapan untuk syiar yang lebih besar. Bisa dilihat disini bahwa keduanya akan saling mendukung untuk aktifitas dakwah yang lebih besar kedepannya.
Saya menyarankan adanya temu tim syiar dan kaderisasi secara rutin untuk saling mendukung kegiatan satu sama lain. tim kaderisasi harus mampu menjaga kader yang beraktifitas serta memberikan materi yang dibutuhkan untuk syiar, sedangkan syiar juga diharapkan mampu untuk menyesuaikan agendanya terhadap kapasitas kader yang ada.



dikutip dari buku “Analisis Instan Problematika Dakwah Kampus” karya Ridwansyah Yusuf Ahmad

Berbagi Ilmu TFT => Berbicara dari hati ke hati

Kondisi di kampus kami semakin heterogen, membuat LDK sulit untuk melakukan agenda syiar, bagaimana caranya agar kami dapat menjalankan syiar yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan objek dakwah ?

Ketika mendapatkan pertanyaan ini, saya seketika teringat oleh Saudara saya Adrian Fetriska, mantan Ketua LDK FKI Rabbani UNAND. Saya teringat akan presentasi beliau tentang syiar dengan hati, oleh karena itu untuk pertanyaan ini, izinkan saya untuk menjawab dengan pedoman slide presentasi adrian tentang syiar.
Telinga dapat disentuh dengan mulut, mata dapat disentuh dengan mata, kulit bisa disentuh dengan kulit. Tetapi karena kita berbicara tentang dakwah, yang bersinggungan dengan hati atau perasaan objek dakwah, maka hati lah yang bermain, dan hati hanya dapat disentuh dengan hati.

“Memahami apa yang dirasakan dan diharapkan orang lain membutuhkan hati yang selalu hidup, karena hanya hati yang bisa membaca hati.”
Syiar merupakan suatu usaha atau suatu proses penyampaian pesan-pesan tertentu atau perkataan atau perbuatan yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan untuk menyeru dan mendorong agar orang lain memenuhi ajakan atau seruan tersebut. Pesan pesan disini dimaksudkan adalah pesan yang telah disedikan oleh Allah dalam Al Qur’an dan di dukung oleh perkataan Rasul. Sebenarnya kita sangat beruntung sebagai aktifis dakwah Islam, dimana isi atau konten dakwah sudah ada dan cara untuk melakukan serta koridornya juga sudah jelas. Tinggal bagaimana kita menyesuaikan saja dengan kondisi objek dakwah.
Salah satu keunggulan Rasulullah dalam berdakwah adalah kelembutan hatinya. Dalam sebuah kisah, Rasul selalu rajin menyuapi seorang yahudi tua yang tidak bisa melihat ( baca:buta ) setiap pagi, padahal yahudi tua ini selalu menghina Rasul. Mencerca agama Islam. Akan tetapi rasul tetap saja menyuapinya tanpa pernah terlewat seharipun. Ketika Rasul meninggal, Sahabat Abu bakar berinisiatif untuk menggantikan peran beliau dalam menyuapi seorang yahudi tua ini.

Orang tua yahudi : kamu, siapa ? orang biasa yang menyuapi ku sangat lembut dan menenangkan
Abu bakar : (terdiam)
Orang tua yahudi : kamu siapa ? kemana orang yang biasa menyuapi ku ?
Abu bakar : saya abu bakar, orang yang terbiasa menyuapi mu telah meninggal,
Muhammad Rasulullah Telah tiada
Orang tua yahudi : (menangis)

Setelah kejadian ini orang tua tersebut akhirnya menyatakan diri masuk Islam. Ini merupaka sebagian dari contoh kebaikan hati Rasul terhadap umatnya bahkan seorang yang membenci dirinya. Dan ( lagi-lagi ) kekuatan hatilah yang mengubah seseorang, membukakan hati seseorang dan menjadi kunci sukses dakwah.

Dalam konteks dakwah kampus, peran kader sebagai individu dalam menyampaikan risalah dakwah berperan signifikan. Keteledanan, budi pekerti, dan tutur kata yang baik adalah profil yang diharapkan ada dalam setiap kader. Sebagai lembaga dakwah, perlu juga menampilkan sisi Islam yang Ar Rahman dan Ar Rahiim, sisi Islam yang sangat disenangi oleh semua orang. Penampilan sisi ini bisa ditampilkan secara visual dalam bentuk media publikasi, nama dan tema kegiatan, serta materi yang disampaikan. Selain itu, mengajak secara personal oleh kader kepada objek dakwah juga merupakan bentuk berbicara dengan hati. Jangan terlalu sering memanfaatkan media “benda mati” seperti leaflet, poster atau baligo untuk mengajak. Karena pada dasarnya “mereka” tidak bisa berbicara. Optimalkan setiap potensi kader untuk mengajak dan berbicara dengan hatinya setiap penggalan risalah Islam yang mulia ini.

Adrian fetriska dalam presentasinya menyampaikan tips bagaimana syiar dengan hati ini dijalankan. Beliau menamakannya ADRIAN THEORY. Akan tetapi saya akan menjabarkan menurut intrepertasi saya yang berlandaskan pengalaman saya selama di dakwah kampus.
A Amati objek dakwah. Mengamati dan memahami karakter objek dakwah serta apa yang dibutuhkannya. Setiap medan dakwah mempunyai kekhasan tersendiri dan keunikan tersendiri.
D Dekati dengan pendekatan Objek. Objek dakwah punya keinginan dan harapan tertentu terhadap kader. Pada dasaranya mereka hanya butuh disapa dan didekati. Banyak keinginan dari objek dakwah terhadap kita, akan tetapi terkadang kita justru tertutup dan tidak mendekat dengan alasan “tidak nyambung”. Dalam dakwah, terkadang kita perlu sedikit “berkorban perasaan” dengan mengikuti “gaya” objek dakwah yang masih dalam batas syariah. Seperti mahasiswa yang mungkin terbiasa menggunakan celana jeans, dengan menanggalkan celana bahan yang menjadi identitas aktifis dakwah dan mengganti dengan celana jeans untuk kita bisa diterima oleh objek dakwah.
R Respon kebutuhannya. Cepat tanggap terhadap apa yang dibutuhkan oleh objek dakwah, sebagai contoh, pada bulan ramadhan, massa kampus biasanya butuh jadwal imsakiyah, ta’jil berbuka, informasi tentang puasa, dan kesempatan untuk beramal lebih. Lembaga dakwah sekiranya cepat merespon kebutuhan ini untuk mendapat hati para mahasiswa.
I Inisiatif secepatnya. Jangan terlalu lama dalam perencanaan. Segera cepat tanggap dan laksanakan respon yang ada. Jangan sampai keterlambatan respon ini membuat objek dakwah tidak bersemangat lagi atau berpindah haluan, sehingga hilang kesempatan kita untuk menyentuh mereka.
A Anda gunakan bahasa mereka. Bahasa disini, selain bahasa lingual juga terkait bahasa tubuh, dan materi yang disampaikan. Secara lingual, kita bisa menggunakan bahasa keseharian objek dakwah, apakah itu “aku” dan “kamu” atau “gw” dan “loe” atau “saya” dan “anda”. Tidak perlulah kita terobsesi dengan bahasa arab akan tetapi kita menjadi “makhluk planet” yang hanya menggunakan bahasa yang hanya diantara kita yang mengerti, seperti “ana” dan “antum” atau “afwan” dan “tafadhol”. Secara materi, maksudnya sampaikan sesuatu yang dianggap sesuai dengan kepahaman objek dakwah saat itu. Sebutlah untuk materi “mengenal Allah”, pada tahap awal bisa kita menyampaikan hal yang sederhana tapi tepat, seperti “asmaul husna” atau “tanda-tanda Allah di Alam”. Penyampaian materi yang tepat akan memudahkan objek dakwah memahami apa yang kita maksud.
N Ndak bacilemak peak. Dalam bahasa minang berarti tidak berantakan atau terstuktur. Adanya perencanaan yang matang, analisis objek yang baik, serta proses yang di monitor dengan rapi dan evaluasi untuk perbaikan kedepannya. Selain itu, tidak berantakan ini juga terkait pengemasan kita. Terkadang kita terlalu menganggap enteng hal yang sederhana, sehingga penyampaian acara seakan “seadanya” dan “dipaksakan”.

Referensi : slide powerpoint : berbicara dari hati. Adrian Fetriska

Kutipan dari buku “Analisis Instan Problematika Dakwah Kampus” karya Ridwansyah Yusuf Ahmad